Mengapa Miras dan Nafza Haram | | |
“Islam melarang minum-minuman keras, berjudi, riba, dan segala bentuk kejahatan”.
Tidak salah apabila kaum Muslim dilarang “mengonsumsi” barang terlarang ini. Sebab selain sifat adiktifnya, pengaruhnya pun sangat berbahaya bagi kesehatan maupun kesadaran penikmatnya. Tidak sedikit kasusnya, seperti; pemerkosaan, perkelahian dan pembunuhan terjadi akibat pengaruh minuman beralkohol. Dalam beberapa kali tayangan televisi misalnya, pernah terjadi perkelahian antar kelompok pemuda di pulau Ambon, gara-gara menenggak minuman keras.
Kebiasaan “mabuk” juga telah memunculkan kasus penganiayaan anak terhadap orang tuanya sendiri. Dalam sebuah acara televisi bertajuk “Nuansa Pagi”, yang disiarkan salah satu media televisi, edisi 11 Januari 2008” dilaporkan seorang anak telah menganiaya ayahnya. Tindakan nekat ini dilakukan karena tidak senang dengan kebiasaan mabuk-mabukan sang ayah. Contoh “sangat buruk” yang diperlihatkan orang tua ini telah membawa petaka di dalam sebuah keluarga, dan juga menyebabkan disfungsi keluarga. Sebab itu, tidak salah di dalam sebuah hadist disebutkan: “Islam melarang minum-minuman keras, berjudi, riba, dan segala bentuk kejahatan”.
Pengaruh negatif alkohol
Dalam sejumlah penelitian, alkohol memiliki kaitan yang erat dengan kanker. Ini didasari pada kenyataan bahwa alkohol meningkatkan kadar estrogen. Bagi wanita khususnya, alkohol dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Semakin banyak minum minuman beralkohol, semakin tinggi pula risiko terkena kanker payudara, demikian pendapat seorang spesialis bedah onkologi, Dr. Sutjipto Sp.B.Onk. Alkohol bekerja dengan meningkatkan kadar darah di dalam insulin darah seperti estrogen. Teori ini telah dilakukan melalui sebuah studi physiologis yang telah melibatkan beberapa wanita dalam pengamatannya. Penggunaan alkohol secara berlebihan juga akan berakibat lemak menumpuk di hati, yang kemudian berkembang menjadi hepatitis kronis dan menyebabkan sirosis (terjadinya jaringan parut dan kerusakan sel hati). Ihwal sirosis akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Racun alkohol juga telah menyebabkan kematian, kasusnya menimpa tujuh warga Kecamatan Ujung Gading, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Sementara puluhan korban lainnya masih dirawat di rumah sakit Pasaman Barat dan Padang. Sementara itu, belum lama terjadi 12 orang meninggal dunia akibat menenggak minuman keras di Indramayu, Jawa Barat. Kasusnya nyaris sama dengan yang di Sumatera Barat.
Merebaknya konsumsi “miras” di wilayah Yogyakarta seiring dengan ditemukannya peredaran dan pemalsuan produk-produk minumen keras bermerek Vodka dan Mansion. Menurut pembuatnya, kedua minuman yang dibuat dari campuran alkohol dan air mentah ini dipasok ke kafe dan tempat-tempat hiburan di Yogyakarta.
Berdasarkan data Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, antara 2004-2006 kasus miras meningkat rata-rata 51 kasus per tahun. Dan setiap bulan mulai Januari - Mei 2007, rata-rata terungkap tiga hingga empat kasus.
Mengapa ketagihan Nafza
Selain miras, penyalahgunaan obat-obatan terlarang juga semakin menggila di masyarakat. Jika Anda sering menyaksikan tayangan berita-berita kriminal pada siang hari, hampir setiap hari ditemukan kasus serupa. Lalu bagaimana menurut para ahli ihwal terjadinya proses “ketergantungan” pada barang haram ini.
Ketergantungan atau ketagihan terhadap Nafza, terutama narkotika, seperti putauw, heroin, dan morfin, umumnya timbul karena terjadi reaksi yang menyakitkan tubuh bersama suasana hati yang tidak nyaman atau disforia, bila pemakaiannya dihentikan atau dikurangi atau tidak ditambah dosisnya. Bila seseorang menyalahgunakan narkotika (artinya di luar sepengetahuan dokter untuk keperluan pengobatan seperti pembiusan atau terapi nyeri) maka cepat atau lambat akan terjadi perubahan reaksi sel saraf khusus di otak (reseptor opioid).
Semakin tinggi dosis narkotika yang dipakai atau semakin lama ketergantungan dengan zat tersebut, maka semakin luas perubahan reseptor opioid yang akan bereaksi pada saat terjadi gejela putus zat (sakau). Sebab itu, gangguan fisik pada saat putus zat akan berpengaruh secara langsung pada berat ringannya tingkat ketagihan narkotika, demikian kata DR. Rinaldi Nizar, SP.AN (K).
Ketergantungan fisik dengan narkotika sebenarnya merupakan suatu proses yang alami bila kita memakainya dalam dosis besar dan berjangka lama. Ini terjadi karena adaptasi dan toleransi terhadap perangsangan itu sendiri sehingga memberi konsekuensi tertentu saat tidak ada rangsangan.
Spesialis Anestesi dari Jakarta ini mengumpamakan kebiasaan kita makan yang pedas-pedas, jika tiba-tiba kita mengonsumsi makanan yang tidak pedas, maka makanan itu terasa hambar dan tidak enak. Sebab itu, kita cenderung mencari cabe atau lada.
Proses ketergantungan atau ketagihan narkotika tidak terjadi sekejap, namun umumnya melalui tahap-tahap setelah mencoba dan menikmatinya, yaitu pemakaian saat rekreasi atau akhir pekan dan pemakaian situasional (saat depresi atau stres). Psikiater terkenal, Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, MD. PhD., juga mengatakan hal yang sama. Dengan coba-coba inilah, mereka mulai membiasakan diri dengan benda haram itu dan akibatnya akan fatal. Sekali mencoba, bukan mustahil, akan terus mencoba dan mencoba hingga kemudian menjadi pecandu. “Akhirnya mereka tidak bisa mengontrol diri sendiri dan narkotikalah yang mengontrol cara pikir mereka.” demikian kata Dadang Hawari.
“Pengaruh terhadap susunan saraf pusat dan otak inilah yang kurang disadari pecandu. Akibatnya fatal. Pikiran, perasaan dan perilaku menjadi terganggu, “ Sebab itu, tidak heran jika pemakai “narkoba” sering bertindak asosial dan kasar, serta tidak mengindahkan tata krama maupun kaidah agama. Katanya lagi, “Walau efek narkotika atau psikotropika berbeda, umumnya ada satu efek yang sama dan menjadi tujuan pemakai, yaitu efek euphoria (eforia). Suatu kenikmatan yang terdiri dari rasa senang yang intensitasnya lebih tinggi dibandingkan kesenangan biasa.”
Selain itu, terdapat juga efek-efek lain seperti keadaan segar, lincah, aktif, tenang, santai atau mengantuk yang terlihat pada pemakai obat yang bersifat menekan susunan saraf pusat. Nafza memengaruhi pusat penghayatan kenikmatan otak sebagaimana kenikmatan sensasi, makan, dan stimulasi seksual. Semakin luas Nafza memengaruhi pusat-pusat penghayatan kenikmatan seseorang, semakin kuat pula potensi ketergantungan yang akan ditimbulkan. Juga dapat menimbulkan ketergantungan psikologis maupun fisik, terutama bila pemakainya telah mencapai taraf ketergantungan.
Jika tidak mendapatkan Nafza yang dikehendakinya, maka timbul keadaan lepas zat (withdrawalstate) yang gejalanya terdiri dari gejala fisik dan psikologis, yang disebut dengan istilah “sakauw” atau (sakit karena putao), dan down. Pemakai Nafza juga berpotensi terkena depresi, cemas, takut, dan curiga. Bahkan sebagian pecandu memikirkan untuk menghabisi nyawanya sendiri agar tidak menderita lagi.
Pemakaian Nafza membuat hati dan ginjal bekerja lebih keras, dan pada akhirnya menjadi rusak. Ginjal dan hati yang sedianya bekerja menetralkan racun dari tubuh dan jantung melemah karena pengaruh racunnya. Lebih parah lagi, jika seseorang menggunakan crystal meth, salah satu “drug” yang memiliki efek candu lebih kuat dibanding kombinasi kokain dan heroin. Crystal meth merupakan obat paling berbahaya yang telah menyebar dari Iowa (salah satu negara bagian di Amerika), ke daratan Eropa. Hanya sekitar 6% penggunanya yang benar-benar mampu berhenti total. Meth secara umum menstimulasi bagian dari otak yang memproduksi dopamine, yang membuat Anda mampu merasakan kesenangan. Meth menggandakan sebanyak 12 kali produksi dopamine dan merusak bagian otak. Hingga pada akhirnya, otak pecandunya tidak akan bisa memproduksi dopamine “tanpa meth” dan sudah barang tentu tidak ada lagi kenikmatan!
Peredaran meth di negara bagian ini berhubungan langsung dengan produksi jagung. Ya, jagung merupakan tanaman yang banyak ditanam di Iowa. Hampir 80% petaninya menggunakan Anhydrous ammonia. Lalu bahan untuk menyuburkan tanah ini “disalahgunakan” sebagai bahan utama untuk pembuatan meth. Maka tidak heran, jika di wilayah yang sebagian besar kotanya dikelilingi kebun jagung ini, orang dengan mudah dapat memproduksi meth. Selain bahan bakunya mudah didapat, proses pembuatannya pun cukup sederhana.
Berikut adalah pengakuan Larry, salah seorang pemakai dan pembuat meth kelas kakap kepada wartawan Maxim: “Aku tak bisa berhenti jika sedang bersama meth, jika aku ingin melakukan sesuatu, pasti akan aku lakukan. Jika tak ada yang mau bekerjasama, maka aku akan tetap mengusahakannya. Jika harus melakukan kekerasan, maka itu harus dilakukan. Meth benar-benar menguasai pikiranmu. Setelah itu, kamu bukanlah dirimu lagi.”
Larry yang lahir dan besar di Centerville ini, mulai mengonsumsi meth pada 1994. Lain halnya dengan Dough Fetters, lelaki yang tak kapok keluar masuk penjara ini berterus terang: “Meth adalah hal yang amat buruk, samasekali tidak baik, dan melukai semua orang. Sedangkan maraknya penggunaan cannabis sativus atau “ganja”, menurut sebuah penelitian berhubungan erat dengan penurunan kemampuan reproduksi seorang pria. Bukti baru tersebut adalah hasil riset para dokter di New York tentang tumbuhan yang mengandung tetrakanabinol ini. Mereka melakukan penelitian pada sperma 22 laki-laki yang dalam satu minggu mengonsumsi ganja. Hasilnya, sperma tersebut berpotensi kehilangan keaktifan gerakan yang sangat diperlukan untuk proses reproduksi. Ganja dengan helai daun yang selalu ganjil ini memiliki zat psikoaktif dengan efek halusinasi.
Perlu berobat dan bertobat
Diperlukan upaya sungguh-sungguh, baik dari pemakai maupun keluarganya untuk menghilangkan kecanduan. Terapi yang diberikan harus bersifat holistik yang meliputi terapi medik, psikiatrik/psikologik dan pendampingan agama. “Berobat” berarti membersihkan diri dari Nafza, sedangkan “bertobat” meminta pengampunan Tuhan dan memohon kekuatan iman untuk tidak kembali memakainya, demikian kata Dadang Hawari.
Dalam terapi holistik, pecandu menjalani detoksifikasi untuk menghilangkan racun Nafza. Metode detoktifikasi ini, menurut Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, menggunakan sistem blok total (abstinentia totalis), dimana pasien tidak boleh lagi menggunakan Nafza atau turunan sintesanya. Detoksifikasi dilakukan untuk membersihkan racun dari tubuh seorang pecandu narkoba. Jika tidak, bagaimana mau bisa hidup sehat, padahal banyak racun telah mengendap di dalam tubuh. Sehingga menyebabkan berbagai masalah seperti; iritasi, peradangan pada jaringan, dan menurunnya fungsi normal setiap organ tubuh.